Tapi belum tersentuh kepala juniorku.Sekali. Bokeb Aku tahu di mana ruangannya. Aku terlambat setengah jam.Padahal, wajah wanita setengah baya yang di lehernyaada keringat sudah terbayang. Lagi pula percuma,tadi saja di angkot aku kalah lawan kancing. Tunggu apa lagi. Dadaku mulai berdeguplagi. Ah mengapabegitu cepat.Jarinya mengelus tiap mili pahaku. Si Junior tibatiba juga ikutikutan ciut.Tetapi, aku harus berani. Kalau potong rambutya masuk ke tukang pangkas di pasar. Ada dipan kecilpanjangnya dua meter, lebarnya hanya muat tubuhkudan lebih sedikit. Aku berhasil. Angin meneroboskencang hingga seseorang yang membaca tabloidmenutupi wajahnya terganggu.Mas Tut.. Ia tidak bercerita apaapa. Benarkankesempatan itu lewat. Astaga. kataku.Ya itu.Ya ampun, aku membayangkan suara itu berbisik ditelingaku di atas ranjang yang putih. Mendadak jari tanganku dingin semua. Aku menggelepar.Sst..! Hangatnya,biar begitu, tetap terasa. Aku tersetrum. Dia mau pulang dulu ngeliat orangtuanya sakit katanya sih begitu, kata Wien.Setelah beberapa lama menyodoknya, Terus dong Yang.Auhh aku mau keluar ah.., Yang tolloong..!




















